7 Fakta Pajak Hiburan RI: Hotman Paris & Inul Protes Keras!

Jakarta, CNBC Indonesia – Pajak hiburan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mendapat sorotan banyak pihak, akibat tarifnya yang naik dibanding dengan ketetapan yang mulanya diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Sorotan itu diantaranya disampaikan oleh pengacara kondang Hotman Paris yang dulu juga pernah menjadi pemegang saham Hollywings, hingga penyanyi dangdut Inul Daratista selaku pemilik tempat karaoke Inul Vizta. Mereka mengeluhkan tingginya tarif pajak hiburan itu melalui akun media sosial masing-masing. Keluhan Inul bahkan telah direspons Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno melalui akun media sosialnya.

Menurut Hotman dan Inul, tarif pajak hiburan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD yang termasuk objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) minimal sebesar 40% dan paling tinggi 75% bisa memastikan iklim usaha di sektor industri hiburan. Karena kenaikannya sangat signifikan dibanding ketetapan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD.

Untuk memahami ketentuan pajak hiburan itu, berikut ini fakta-faktanya yang dirangkum CNBC Indonesia, Senin (15/1/2024):

1. Landasan Hukum

Pajak hiburan kini diatur dalam UU HKPD. Dalam Pasal 50 UU itu ditetapkan bahwa jasa hiburan sebagai objek PBJT, di samping penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi Makanan dan/atau Minuman; Tenaga Listrik; Jasa Perhotelan; Jasa Parkir; dan Jasa Kesenian.

Sebelumnya, jasa hiburan itu diatur dalam UU PDRD sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 42 nya.

2. Jenis Hiburan

Dalam Pasal 55 UU HKPD, jasa hiburan dan kesenian itu meliputi tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; hingga panti pijat dan pijat refleksi; dan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Yang dikecualikan dari Jasa Kesenian dan Hiburan adalah Jasa Kesenian dan Hiburan yang semata-mata untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran; kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran; dan/atau bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

3. Tarif Pajak Hiburan

Dalam Pasal 58 UU HKPD, tarif pajak barang dan jasa tertentu atau PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40%, dan paling tinggi 75%.

Sebelumnya, dalam UU PDRD, ketentuannya tak menyebut soal PBJT, namun hanya menyebutkan bahwa Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% dan khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.

Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

4. Subjek Pajak Hiburan

Dalam Pasal 56 UU HKPD Subjek Pajak PBJT yang termasuk di dalamnya jasa hiburan adalah konsumen barang dan jasa tertentu. Pasal 57 nya menyebutkan Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, dan Pasal 58 nya menetapkan Tarif PBJT ditetapkan dengan Perda.

Sedangkan dalam UU PDRD Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.

UU HKPD juga memberikan kewenangan kepada Pemda untuk memberikan fasilitasi berupa insentif fiskal guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing-masing seperti disebut dalam Pasal 101.

5. Pemungut dan Dasar Pengenaan

Dalam Pasal 4 UU HKPD, pajak hiburan yang menjadi bagian dari PBJT dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Tak berubah dari ketentuan UU PDRD.

Sementara itu, dasar pengenaan dalam UU HKPD adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu. Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.

Dalam UU PDRD dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan. Jumlah uang yang seharusnya diterima termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.

6. Besaran Pokok Pajak Hiburan

Pasal 59 UU HKPD menetapkan besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT. PBJT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/ atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan. Saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

Adapun dalam aturan sebelumnya dalam Pasal 46 UU PDRD besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Hiburan diselenggarakan.

7. Tarif Pajak Hiburan RI Tertinggi

Berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesia, pajak hiburan Indonesia yang melonjak tinggi ke tingkat minimum 40% merupakan posisi teratas dibandingkan Singapura sebesar 15%, Malaysia yang berada di angka 10%, Amerika Serikat (Chicago) di angka 9%, dan Thailand 5%. https://kasikan12.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*